Minggu, 15 Desember 2013

Tugas Observasi Ria Andriati




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)

Bimbingan dan konseling merupakan  upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.

B.     Rumusan Masalah
1.      Mampu memahami permasalahan yang dihadapi konseli
2.      Memberikan penangan yang sesuai kepada konseli

BAB II
DASAR TEORI

A.    Pengertian Gangguan Bahasa

Kata bahasa berasal dari bahasa latin “lingua” yang berarti lidah. Awalnya pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya digunakan sebagai bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang dipakai dalam komunikasi.
Dalam Kamus  Bahasa Indonesia, bahasa didefinisikan sebagai : suatu sistem lambang bunyi yang  arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan  mengidentifikasikan diri.Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.
Gangguan bahasa adalah gangguan bicara di mana bunyi bahasa (yang disebut fonem) tidak mampu diucapkan, atau tidak diucapkan dengan benar, atau tidak digunakan secara benar oleh penutur ibu bahasa bersangkutan. Gangguan ini dapat terjadi baik pada anak kecil maupun orang dewasa.

B.     Penyebab Gangguan Bahasa pada Anak

Gangguan berbahasa dapat berupa keterlambatan berbicara. Keterlambatan perkembangan berbicara yang paling sederhana adalah keterlambatan perkembangan bahasa anak di bawah umur. Gejala keterlambatan yang muncul apabila anak berumur 10 bulan belum dapat mengoceh dan 18 bulan belum menguasai kata “ papa “ dan “ mama “ atau 2 tahun belum dapat merangkai kalimat dari dua kata atau bicaranya tidak dapat dimengerti oleh orang tuanya atau tidak mengerti apa yang dikatakan kepada anak itu.


1)      Faktor Internal
a.       Faktor Keturunan (konginetal)
Gangguan bahasa pada bayi bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Gangguan ini bisa dikarenakan, retardasai mental, ketulian, gangguan saraf, cacat pada alat bicara seperti pada lidah, gigi, bibir, langit-langit dan anak lidah. Bisa juga karena gangguan perkembangan bicara, seperti gagap dan gangguan saraf-saraf motorik.

b.      Gangguan pendengaran
Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga. Anak dengan gangguan pendengaran biasanya ia tidak akan memberi respons terhadap bunyi-bunyian yang ada di sekitarnya. Gangguan pendengaran bisa menyebabkan anak mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Sebaiknya bawa segera anak ke dokter spesialis THT siapa tahu ada infeksi dengan telinganya.

c.       Gangguan bicara yang didapat
Gangguan yang didapat adalah gangguan bicara yang diakibatkan penyakit. Bisa juga karena infeksi pada otak pasca trauma kepala, kanker otak, gangguan aliran darah ke otak, serta kelumpuhan saraf yang menggerakkan otot bicara, seperti polio dan tumor otak.
d.       Faktor kejiwaan seperti penyakit autisme
Untuk anak autisme, perlu latihan. Pada tahap awal, stimulasi dengan kontak dengan matanya. Karena pada anak autisme tidak mau melakukan kontak mata dengan lawan bicara.

2)      Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan akibat faktor lingkungan adalah terasingnya seorang anak manusia, yang aspek biologis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan manusia. Keterasingannya bisa disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia.

C.    Tanda-tanda Anak Mengalami Gangguan Bahasa

·         Sampai dengan usia 10 minggu, anak tidak mau tersenyum sosial.
·         Pada usia 3 bulan, anak tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban.
·         Pada usia 6 bulan, anak tidak mampu memalingkan mata dan kepalanya terhadap suara yang datang dari belakang atau sampingnya.
·         Sampai dengan usia 8 bulan, anak tidak ada perhatian terhadap lingkungan sekitarnya.
·         Pada usia 10 bulan, anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.
·         Pada usia 15 bulan, anak tidak berbicara, tidak mengerti dan memberikan reaksi terhadap kata-kata jangan, dadah dan sebagainya.
·         Pada usia 18 bulan, anak tidak dapat menyebutkan 10 kata tunggal.
·         Sampai usia 20 bulan, anak tidak mengucapkan 3-4 kata.
·         Pada usia 21 bulan, anak tidak memberikan reaksi terhadap perintah (misal: duduk, kemari, berdiri).
·         Pada usia 24 bulan, anak tidak dapat menyebutkan bagian-bagian tubuh dan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari 2 kata.
·         Setelah usia 24 bulan, anak hanya memiliki perbendaharaan kata yang sangat sedikit atau tidak memiliki kata-kata huruf z pada frase.
·         Pada usia 30 bulan, ucapan anak tidak dapat dimengerti oleh anggota  keluarganya.
·         Pada usia 36 bulan, anak belum dapat menggunakan kalimat-kalimat sederhana, belum dapat bertanya dengan menggunakan kalimat tanya yang sederhana, dan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh orang di luar keluarganya.
·         Pada usia 3,5 tahun, anak selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (misalnya ‘ca’ untuk cat, ‘ba’ untuk ban, dan lain-lain).
·         Setelah usia 4 tahun, anak berbicara dengan tidak lancar (gagap).
·         Setelah usia 7 tahun, anak masih suka melakukan kesalahan dalam pengucapan.
·         Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas (sengau atau bindeng) yang nyata atau memiliki suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras, tidak dapat didengar, dan secara terus-menerus memperdengarkan suara serak.

BAB III
PEMBAHASAN
A.    Analisis

1.      Identitas Anak
Nama Lengkap                  : Duwi Indra Wijaya
Nama Panggilan                : Duwi
Tempat tanggal lahir         : Samarinda, 5 Oktober 2008
Jenis Kelamin                    : Laki-laki
Alamat                              : Jln. Damanhuri no. 37 rt. 20
Agama                               : Islam
Anak ke                             : 1
2.      Identitas Orangtua

a.       Ayah
Nama                                 : Imam Turmudi
Tempat tanggal lahir         : Blitar, 07 Maret 1961
Jenis Kelamin                    : Laki-laki
Alamat                              : Jln. Damanhuri no. 37 rt. 20
Agama                               : Islam
Pekerjaan                           : Wiraswasta
Pendidikan                                    : SMP sederajat

b.      Ibu
Nama                                 :Suprianah
Tempat tanggal lahir         : Blitar, 26 November 1961
Jenis Kelamin                    : Perempuan
Alamat                              : Jln. Damanhuri no. 37 rt. 20
Agama                               : Islam
Pekerjaan                           : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan                                    : SMP sederajat

B.     Sintesis

Berdasarkan analisis, dan observasi yang konselor lakukan. Dapat ditarik sintesis bahwa duwi mengalami gangguan bahasa. Dari pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan oleh konselor kepada Duwi, Orangtua kepada Duwi, maupun percakapan yang dilakukan Duwi dengan teman sepantarannya serta orang lain yang berbicara padanya, Duwi mengerti semua ucapan yang dilontarkan oleh lawan bicaranya. Namun Duwi mengalami kesulitan ketika harus menjawab pertanyaan, atau membalas pembicaraan lawan bicaranya. Kata-kata yang diucapkan Duwi terdengar berbeda dengan bunyi bahasa kata yang seharusnya diucapkan. Suara Duwi terdengar sengau ketika berbicara padahal dia dalam keadaan sehat dan tidak sedang mengidap penyakit flu dan sebagainya.

C.    Diagnosis
Berdasarkan sintesis dan observasi yang dilakukan konselor terhadap keseharian Duwi dirumah. Yang menjadi penyebab utama Duwi mengalami gangguan bahasa adalah:
1.      Faktor Keluarga
Orangtua Duwi yang terlihat kurang aktif dalam menjalin komunikasi dengannya terlebih lagi ayahnya, mengakibatkan Duwi sedikit sekali berbicara. Kecuali orangtuanya menanyakan sesuatu kepada Duwi barulah Duwi akan berbicara.

2.      Faktor sosial
Selain itu lingkungan sosial dimana Duwi tinggal terlalu individualis. Mengakibatkan Duwi tidak banyak berbicara dengan orang-orang disekitarnya. Kecuali jika ada teman-teman dari orangtuanya yang berkunjung kerumah barulah Duwi berbicara dengan oranglain selain dengan ayah dan ibunya.

D.    Prognosis
Langkah awal yang dilakukan oleh konselor kepada Duwi adalah mengajak Duwi untuk berbicara lebih banyak. Pada awalnya, banyak kata-kata yang tidak dimengerti oleh konselor. Namun dengan seringnya intensitas konselor berkomunikasi dengan Duwi, konselor dapat memahami apa yang dikatakan oleh Duwi walaupun masih banyak kata-kata yang diucapkan Duwi yang terdengar tidak jelas dan sengau.
Selain itu konselor juga mengajak orangtua Duwi agar terlibat lebih aktif dalam menjalin komunikasi dengan Duwi. Konselor mengajak orangtua Duwi dan Duwi berbincang-bincang dalam suatu pembicaraan yang melibatkan partisipasi aktif dari Duwi dan kedua orangtuanya.

E.     Treatment
Penanganan lebih lanjut yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan bahasa yang dialami Duwi adalah dengan cara:

1.      Terapi Bicara
Terapi bicara dapat dilakukan oleh kedua orangtua Duwi maupun orang-orang yang berada disekitar Duwi. Orang-orang disekitar Duwi harus terlibat secara intens berbicara dan berkomunikasi dengan Duwi. Hal yang demikian merupakan stimulus agar Duwi lebih sering berbicara sehingga secara perlahan memperbaiki kata-kata Duwi. Orangtua sebaiknya juga jangan segan untuk memperbaiki kata-kata Duwi dengan cara mengulang-ulang.

2.      Memasukan Duwi ke sekolah
Hal ini dapat dilakukan untuk mendukung proses komunikasi Duwi yang lebih luas lagi.

Selain itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua Duwi dalam menangani gangguan perkembangan bahasa Duwi, antara lain:
1)      Jalinlah komunikasi dengan dihiasi oleh senyum orangtua, pelukan, dan perhatian. Dengan demikian anak  akan termotivasi untuk berusaha memberikan responnya.
2)      Tunjukkanlah selalu kasih sayang melalui peluk-cium, dan kehangatan yang bisa dirasakan melalui intonasi suara Dengan demikian, orangtua dapat menstimulasi terjalinnya ikatan emosional yang erat antara orangtua dengan anak sekaligus membesarkan hatinya.
3)      Selama menjalin komunikasi dengan anak, jangan lupa untuk melakukan kontak mata secara intensif karena dari pandangan mata tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta, dan pengertian. Jika sedang bicara, tataplah mata anak dan jangan malah membelakanginya
4)       Untuk bisa berbicara, seorang anak perlu latihan mekanisme berbicara melalui latihan gerakan mulut, lidah, bibir. Sebenarnya, aktivitas menghisap, menjilat, menyemburkan gelembung dan mengunyah merupakan kemampuan yang diperlukan. Oleh sebab itu, latihlah anak, baik dengan permainan maupun dengan makanan.
5)      Sering-seringlah menyanyikan lagu untuk anak dengan lagu-lagu anak-anak yang sederhana dan lucu, secara berulang dengan penekanan pada ritme dan pengucapannya. Bernyanyilah dengan diselingi permainan-permainan yang bernada serta menarik. Jadi, luangkan lah waktu orangtua untuk terlibat dalam kegiatan menarik seperti itu agar kemampuan bicara dan berbahasa anak lebih berkembang.
6)      Salah satu cara seorang anak berkomunikasi di usia ini adalah melalui tertawa. Oleh sebab itu, sering-seringlah bercanda dengan anak, tertawa, membuat suara-suara dan ekspresi lucu agar kemampuan komunikasi dan interaksinya meningkat dan mendorong tumbuhnya kemampuan bahasa dan bicara.
7)      Jadilah model yang baik untuk anak terutama pada masa ini lah mereka mulai belajar meniru kata-kata yang didengarnya dan mengucapkannya kembali. Ucapkan kata-kata dan kalimat Anda secara perlahan, jelas dengan disertai tindakan (agar anak tahu artinya atau korelasinya antara kata yang orangtua ucapkan dengan tindakan kongkritnya), dan jangan lupa, bahasa tubuh dan ekspresi wajah orangtua juga harus pas.
8)      Kadang-kadang, ikutilah gumaman anak, namun, orangtua juga perlu mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil mengucapkan suatu suku kata atau kata dengan benar, berilah pujian yang disertai dengan pelukan, ciuman, tepuk tangan..dan sampaikan pada anak, “betapa pandainya dia”.
9)      Jika mengucapkan sebuah kata, sertailah dengan penjelasan artinya. Lakukan hal ini terus menerus meski tidak semua dimengertinya. Penjelasan bisa dilakukan misal dengan menunjukkan gambar, gerakan, sikap tubuh, atau pun ekspresi.
10)  Sering-seringlah membacakan buku-buku yang sangat sederhana namun sarat dengan cerita yang menarik untuk anak dan gambar serta warna yang “eye catching”. Tunjukkan obyek-obyek yang terlihat di buku, sebutkan namanya, jelaskan apa yang sedang dilakukannya, bagaimana jalan ceritanya. Minta lah pada anak untuk mengulang nama yang orangtua sebutkan, dan jangan lupa, berilah pujian jika ia berhasil mengingat dan mengulang nama yang orangtua sebutkan.
11)  Jika sedang bersama anak, sebutkan nama-nama benda, warna dan bentuk pada setiap obyek yang dilihat anak.
12)  Orangtua mulai bisa mengenalkan dengan angka dengan kegiatan seperti menghitung benda-benda sederhana yang sedang dibuat permainan. Lakukan itu dalam suasana yang santai dan nyaman agar anak tidak merasa ada tekanan keharusan untuk menguasai kemampuan itu.
13)  Janganlah menyetarakan perkembangan anak Anda dengan anak-anak lainnya karena tiap anak mempunyai dan mengalami hambatan yang berbeda-beda.
14)  Pada usia ini, anak Anda akan lebih senang bercakap-cakap dengan anak-anak seusianya dari pada dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika ia banyak dikenalkan dengan anak-anak seusianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial yang bisa memfasilitasi kemampuan sosial dan berkomunikasinya.
15)  Hindari sikap mengkoreksi kesalahan pengucapan kata anak secara langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan semangatnya untuk belajar dan berusaha. Orangtua bisa mengulangi kata-kata tersebut secara jelas seolah sedang mengkonfirmasi apa yang dimaksudkan anak. Dengan demikian, anak akan memahami kesalahannya tanpa merasa harus malu.

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan

Gangguan berbahasa dapat berupa keterlambatan berbicara. Keterlambatan bicara ini bisa diketahui apabila anak tersebut berusia 10 bulan sampai 2 tahun yang tidak dapat berbicara kata-kata simple seperti “mama” atau “papa”. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor interna dan eksternal seperti keturunan dan lingkungan sosial mereka sendiri. Gangguan bahasa bisa berupa afasia dan gagap. Peran orangtua sangatlah berpengaruh apabila anak mereka mengalami gangguan bahasa ini. Orang tua harus mengetahui perkembangan bahasa anaknya karena jika merek menemukan adanya gangguan bahasa pada anaknya, anak tersebut langsung bias tertangani secara cepat.

B.     Saran
Orangtua harus intens terlibat dalam setiap pertumbuhan dan perkembangan anak. Jangan ragu untuk mencari informasi jika ada suatu hal yang berbeda dari pertumbuhan atau perkembangan yang dialami oleh anak.

Daftar Pustaka

Bauman-Waengler, Jacqueline (2004). Articulatory and Phonological Impairments : A Clinical Focus (2cd ed). Pearson (Boston).
Secord, Wayne A., Boyce, Suzanne E., Donahue, JoAnn S., Fox, Robert A., and Shine, Rchiard E. (2007). Eliciting Sounds : Techniques and Strategies for Clinicians (2cd ed). Thompson Delmar Learning.
Justice, Laura M. (2006). Communication Science and Disorders : An Introduction. Pearson Merril Printice Hall.
Shriberg, Lawrence D., and Kent, Raymond D. (2003). Clinical Phonetics (3rd ed). Allyn and Bacon (Boston).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar